Suasana yang baru, membuat orang berfikir kita bukan siapa-siapa. Tapi memang benar kita adalah bukan siapa-siapa, karena awalnya kita adalah bukan siapa-siapa, hingga kinipun kita bukan siapa-siapa. Hingga kelak kitapun bukan siapa-siapa kecuali Alloh menimbang amalan baik juga amalan buruk kita, barulah kita tahu, diri kita ini adalah “baru siapa-siapa”.
Masuk pada lingkungan baru memang butuh tekad dan keberanian, tekad untuk menjadi terbaik dari sudut pandang Alloh dan Rosull-Nya, juga keberanian untuk menunjukkan mana yang baik dan mana yang kurang baik. Menjadi biasa-biasa saja adalah memberikan tenaga yang biasa, fikiran yang biasa, fokus yang biasa, juga ide yang biasa. Namun menjadi luar biasa adalah sebuah optimalisasi iman, optimalisasi amal, juga optimalisasi potensi, itu adalah hal yang luar biasa.
Memiliki teman kerja bak keluarga dari suami kita (atau istri kita), perlu waktu untuk dekat walaupun sebenarnya secara otomatis kita telah terikat status kekeluargaan. Perlu telinga untuk mendengar lebih banyak informasi, perlu mata untuk membaca gerak fikir, juga perlu rasa untuk menimbang baik dan buruk. Karena rasa adalah cermin hati, negatif thingking membangun hubungan yang selalu penuh curiga dan dengki, sedangkan positif thingking akan membangun suasana kerja yang kondusif, saling memotivasi, saling mendukung, saling memberikan ide, saling meringankan beban, dan saling mencintai. Mencintai, karena satu adalah bagian dari kerja yang lain, beban satu adalah beban dari yang lain, hina satu adalah hina yang lain, kehormatan satu adalah kehormatan yang lain, juga harga diri satu adalah harga diri yang lain.
Sikap menghargai dan memanusiakan, akan membangun team work yang solid, bukan sulit. Sulit berkembang, sulit bekerjasama, sulit untuk mengeksplorasi potensi, hingga sikap meremehkan akan melahirkan sikap yang memandulkan potensi.
Kritik dan memuji. Karena kritik orang mampu mengevaluasi dirinya sindiri, karena kritik layaknya cermin yang akan memberitahukan padanya, bahwa wajahnya sedang kotor penuh bintik-bintik atau penuh goresan-goresan yang membuat tidak indah. Pujian adalah salah satu bentuk menghargai teman kerja, hingga bentuk memanusiakannya. Pujian tidak perlu berlebih karena akan membuat orang takabur, cukuplah berkata dengan baik, menghargai jerih payah, waktu libur yang terbuang, dan keringat yang menetes.
Atasan dan bawahan, pemimpin sangat senang jika dirinya diberi saran bahkan kritikan, karena itu mampu membangun potensi dalam dirinya. Layaknya Sayiddina Umar Bin Khatab, yang menerima kritikan dari seorang wanita miskin untuk membentenginya dari perilaku korup dalam pemerintahannya. Umar juga tak segan-segan menegur bawahannya untuk selalu memiliki kinerja yang terbaik, seperti ketika Umar Bin khatab membawakan pedang pada salah satu gubernurnya, untuk mengingatkan untuk sentiasa berpegang teguh dalam kebenaran.
Pemimpin dan bawahan bagaikan dua sisi mata uang, berbeda tapi masih dalam satu ikatan kelembagaan. Kadang ketika dilempar yang satu di bawah yang lain di atas, begitupun sebaliknya, mereka adalah sebuah ikatan dalam visi dan misi yang sama. Berjalan pada jalur rel yang sama, tak mungkin akan menentukan rel sendiri-sendiri
Teman, perjalanan tim kita masih panjang, membutuhkan keikhlasan kita untuk saling mengingatkan, saling memotivasi, dan saling meringankan beban. Tegurlah dengan baik, maka tujuan kita adalah perbaikan, bukalah hati untuk menerima kritik karena menghujat bukan budaya kita.
Teman, lambat laun sayang akan tumbuh antara kita semua, maka pada saat yang kita nantikan itu, kebahagiaan dan kebanggan dari sebuah tim akan terasa dalan setiap sudut-sudut hati kita.
Mencintailah karena Alloh, maka engkau akan merasakan
manisnya ukhuwah yang lahir dari ke-ikhlasan hakiki.
No comments:
Post a Comment